MODEL KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
(KONSISTRAN)
(KONSISTRAN)
Makalah
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Kelompok
Dalam Mata kuliah Model-Model Konseling
Semester V Jurusan BPI - C
Tahun Akademik 2012/2013
O l e h
Kelompok IV
1.
Welisa Sefta Andani :
210.163
2.
Siti Aisyah Pohan
: 210.150
3.
Ita Sarmanova :
210.191
4.
Syaiful Ikhwan
: 210.159
5.
Saumi Fauziah :
210.187
6.
Salvia Malindo
: 210.135
Dosen Pembimbing:
Dra. Zuwirda, M.Pd. Kons
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM (BPI)-C
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
2012 M / 1433 H
KATA PENGANTAR
بسم لله الر حمن الرحيم
Puji syukur pemakalah panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga
pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam pemakalah
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Pada
kesempatan ini pemakalah mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah
membimbing pemakalah dalam menyelesaikan makalah ini. Selain itu pemakalah juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan segala pihak yang telah membawa
pemakalah menyelesaikan makalah ini.
Dalam
makalah ini pemakalah akan menguraikan pembahasan yang berkenaan dengan “Model Konseling Analisis Transaksional
(konsistran)”.
Pemakalah
juga menyadari bahwa makalah ini juga belum sempurna. Oleh sebab itu pemakalah
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga pemakalah dapat
menyempurnakan ini di masa mendatang.
Padang,
25 oktober 2012
Pemakalah
BAB
PENDAHULUAN
Analisis transaksional (TA)
merupakan teori kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi
interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa disaat kita membuat
keputusan berdasarkan premis-premis
masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita
tetapi yang mungkin tidak lagi berlaku.
Tujuan dari analisis
transaksional adalah otonomi, yang didefinisikan sebagai kesadaran,
spontanitas, dan kapasitas untuk keintiman. Dalam mencapai otonomi orang
mempunyai kapasitas untuk membuat keputusan baru (redecide), sehingga memberdayakan diri mereka sendiri dan mengubah
arah hidup mereka.
Sebagai bagian dari proses terapi
TA, klien belajar bagaimana mengenali tiga status ego Parent, Dewasa, dan Anak
di mana mereka berfungsi. Klien juga belajar bagaimana perilaku mereka saat ini
sedang dipengaruhi oleh aturan-aturan yang mereka terima dan dimasukkan sebagai
anak-anak dan bagaimana mereka dapat mengidentifikasi “lifescript” yang menentukan tindakan mereka.
Eric Berne
BAB
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendekatan analisis transaksional dipelopori oleh Erick Berne dan
dikembangkan semenjak tahun 1950. Transaksional maksudnya ialah hubungan
komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu
meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Setelah itu, dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang
mengalami masalah atau tidak.
Analisis
transaksional berpendapat bahwa dalam kepribadian seseorang terdapat
unsur-unsur yang saling berkaitan. Pendekatan ini juga menekankan fungsi dan
pendekatan ego.
1.
Ego child : reaksi emosional yang spontan, humor.
2.
Ego parent : membimbing,
mengarahkan, membantu dan merawat.
3.
Ego adult : rasional, objektif dan bertanggungjawab
Ini terbentuk pada 5 tahun
pertama. Ego diistilahkan
dengan ego state (pernyataan ego). Perasaan dan kondisi psikis dan pola-pola tingkah laku. Setiap manusia
ingin mendapatkan sentuhan yang bersifat fisik dan psikis. Pemakaian Ego
state itu yakni :
1.
Normal : berfikir dan merasa sesuai dengan
kondisi
2.
Terselubung : tidak dapat mengungkapkan emosi
3.
Kaku : hanya
menampilkan satu egostate dalam setiap keadaan.
Motivasi Hidup :
1.
Memenuhi
kebutuhan fisik.
2.
Memenuhi
kebutuhan psikologis, Ingin mengatur waktu dengan pola WIRPAGIN, ingin mengisi waktu.
3.
Ingin memiliki
posisi hidup. (SOKO, SOKTO, STOKTO, STOKO).
4.
Pemakaian ego state tunggal
Tujuan Konseling analisis transaksional ini yaitu untuk mencapai egostate adult. adapun proses konselingnya
melalui tahap-tahap :
1.
Analisis
struktur
2.
Analisis transaksi
3.
Analisis permainan
(game)
4.
Analisis naskah
hidup (life script)
Adapun karakteristik konselor; hangat dan terbuka. Teknik konseling yang digunakan adalah :
1. Permission
2. Protection
3. Potency
adapun operation dari Konsistran ini yaitu :
a. Interrogation
b. Specification
c. Confrontation
d. Explanation
e. Illustration
f. Confirmation
g. Interpretation
h. Crystallization
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Prayitno. 1998. Konseling
Pancawaskita, Kerangka Konseling Elektik. Padang : FIP IKIP
Taufik. 2009. Model-model konseling. Padang:
Jurusan BK FIP UNP
Corey, Gerald.
2009. Teori dan Praktek, Konseling &
Psikoterapi. Bandung : PT. Refika Aditama
Muhammad Surya.
2003. Teori-teori Konseling. Bandung:
Pustaka Bany Quraisy
BAB
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengantar Konsistran
Pendekatan analisis transaksional
dipelopori oleh Erick Berne dan dikembangkan semenjak tahun 1950. Transaksional
maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun
hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari
komunikasi mereka.
Dari hasil analisis dapat ditarik
kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan
wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang
tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
Analisis transaksional berpendapat
bahwa dalam kepribadian seseorang terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan.
Pendekatan ini juga menekankan fungsi dan pendekatan ego.
B.
Pandangan
Konsistran Tentang Manusia
Pandangan
analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah pada dasarnya manusia
mempunyai keinginan atau dorongan–dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”. Sentuhan ini ada yang bersifat
jasmaniah dan rohaniah serta yang berbentuk verbal dan fisik. Yang menjadi
kepribadian seseorang ialah bagaimana individu memperoleh sentuhan melalui
transaksi. Penampilan kepribadian seseorang terbentuk dari naskah hidup (life
script) seseorang yang telah terbentuk sejak usia muda.
C.
Struktur Kepribadian Konsistran
1. Setiap
individu (baik dewasa, anak-anak, maupun orang tua) merupakan kesatuan dari
tiga ego state (pernyataan ego) (ES),
seperti dikutip Taufik (2009) dalam Hansen, dkk (1977), yaitu :
a. Ego State Parent/exteropsychic
(ESP) : diwarnai oleh perintah, menasehati, menunjukkan figur kekuasaan, peringatan,
sanksi, dan berorientasi pada nilai/moral, dan cenderung statis.
ESP
ini terbagi 2 :
1. Critical Parent (orang
tua yang selalu mengkritik), merupakan bagian penampilan ego state yang kurang baik, berbentuk omelan, judes, mengkritik
dsb.
Misalnya,
seperti orang tua yang berkata “anak-anak sekarang maunya enak sendiri, tidak
peduli dengan kesulitan orang tua”, dll
2. Nurturing Parent
(orang tua yang merawat), yang merupakan penampilan ego state yang dinilai baik, wujudnya seperti tingkah laku yang
sifatnya merawat.
Misalnya,
orang tua berkata “mari saya bantu”, “jangan terlalu manja”, dll.
b. Ego State Adult/neopsychic
(ESA) : berorientasi pada fakta dan diwarnai oleh pertanyaan apa, mengapa,
bagaimana?, realistik, apa adanya, dengan melalui proses menimbang, mengingat,
memutuskan / sangat memperhitungkan fakta/kenyataan karena penekanan rasionya,
dan cenderung pada perubahan (dinamis).
Contoh
penampilan ego ini seperti orang yang berkata “untuk berhasil perlu perjuangan
dan kerja keras”, “kita jangan terpaku pada masa lalu, tataplah masa depan
dengan penuh harapan”. dll
c. Ego state child/arheopsychic
(ESC) : spontan, kreatif, senang/gembira, manja, lincah, cengeng, rewel, lucu, penuh
gaya, dan banyak diwarnai oleh perasaan, dan cenderung statis.
ESC
ini diwarnai oleh perasaan (feeling)
yang mulai terbentuk pada usia 7 tahun pertama (A. Harris, 1987). Prinsipnya
yaitu kespontanan dan kesenangan. ESC ini terbagi 3, yaitu :
a. Adapted Child
(kekanak-kanakan), merupakan unsur yang kurang baik ditampilkan seseorang dalam
berkomunikasi, karena memang sering kali tidak disukai oleh orang lain dan
tidak menunjukkan adanya kematangan dalam memperoleh sentuhan. Dalam suasana
tertentu, penampilan unsur ini diperlukan, seperti untuk rumor dan keceriaan.
b. Natural Child
(anak yang alamiah), yakni bebas dan senang, yang dianggap baik. Penampilan
unsur ini banyak disenangi orang lain saat melakukan transaksi, karena
menunjukkan kealamiahan dan tidak dibuat-buat. Dengan sifatnya yang spontan,
luwes dan wajar, ego state ini banyak membantu dalam pergaulan.
Misalnya,
seorang anak yang gembira dengan berkata “hore.. kita dapat hadiah” /
menunjukkan perasaan gembira, riang, dll.
c. Little Profesor
(merasa diri seperti/seolah-olah “ya”/”tidak”), yang ditampilkan seseorang
untuk menciptakan suasana lucu dan menyenangkan. Namun jika terlalu sering,
orang ini kurang dapat dipercaya, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan
orang ini seringkali tidak ditanggapi dengan serius.
Misalnya,
seorang anak yang meniru tingkah orang dewasa ; membaca koran dengan terbalik.
Dengan demikian untuk kita ketahui
bahwasanya dalam tiap individu, ego state
yang tiga diatas selalu ada, yang berbeda cuma kadarnya saja. Berapa banyak ego state yang ada dalam individu akan
mempengaruhi tingkah laku orang tersebut.
Berdasarkan keberadaan ego state terdapat tiga komposisi yang
ada dalam diri individu, yaitu :
1.
Ego state normal
Sesuai dengan situasi dan kondisi dimana orang itu berada. Penampilan ego
state yang normal ini dapat dilihat dalam suasana yang serius.
2.
Ego state kaku
Ego state yang ditampilkannya tidak berbeda tetapi hanya satu saja.
3.
Ego state cair
Tidak ada batasan antara penampilan ego state yang satu dengan yang lain.
2. Motivasi
hidup
Pendekatan
TA ini berpendapat bahwa setiap individu menanggung 2 kebutuhan :
1. Kebutuhan
fisik (makan,minum,bernapas)
2. Kebutuhan
psikis (Hansen (dalam Taufik, 2000:101)) :
a. Stimulus hunger
dan strokes : perlunya perhatian
(rangsangan dan belaian) dari orang lain; juga pengakuan (bersifat jasmaniah
seperti; salaman, tepukan bahu, ciuman, belaian dsb dan rohaniah seperti;
perhatian, senyuman, sapaan dll, positif seperti; pujian, sanjungan,
penghargaan dll /negatif seperti ; ejekan, hinaan, cemoohan dsb).
Sentuhan
akan memberikan warna tersendiri bagi individu, jika sentuhan itu bersifat
sistematis maka anak akan menerima apa adanya. Misalnya anak yang biasa mendengar
kata-kata kasar dari orang tua, apabila dia tidak mendengar kata-kata tersebut
maka ia akan merasakan keanehan.
b. Time Structuring : pemanfaatan
waktu selama 24 jam sehari dalam mengantisipasi/menerima stimulus strokes dengan pola WIRPAGIN
(Hansen, dkk. 1977) :
1) With drawl
: memutuskan hubungan/menarik diri (mengisolasi diri). Individu mencari
sentuhan dengan cara melakukan fantasi, bicara dengan dirinya sendiri / be alone, karena menurutnya apabila
melakukan kegiatan lain akan menghadapi resiko yang cukup besar.
2) Rituals
: sekedar basa basi dalam memberikan respon terhadap rangsangan dari orang lain
; misalnya dalam membalas sapaan.
3) Pastimes (melalukan
waktu) : pembicaraan untuk sekedar mengisi waktu, berpindah-pindah, tanpa
isi/tujuan tertentu. Misalnya; membicarakan anak-anak, olah raga, bencana,
politik dll.
4) Activities
: melakukan suatu kegiatan yang sudah bertujuan dan ada sentuhan/keberhasilan
serta manfaat (situasi guna prestasi). Misalnya; belajar, berdiskusi/membuat
suatu karya tertentu.
5) Games
: bermain bersama orang lain atas dasar aturan tertentu. Dimana dalam permainan
tersebut terdapat aktifitas sosial, serta terjadi transaksi yang berulang-ulang
antara dua orang atau lebih. Bagi pemenang dan yang kalah dapat menerima dengan
lapang hati.
6) Intimacy
(keintiman) : berhubungan amat akrab dengan orang lain. Misalnya; hubungan
suami istri, bisa juga dengan gitar/buku dsb.
Pola
1 s/d 6 mengandung “jarak” tertentu antara individu yang bersangkutan dengan
orang lain dan resiko tertentu yang dapat timbul dalam hubungan itu.
c. Position hunger
:
1. Life position (lipos)
: bagaimana hubungan diri sendiri dengan orang lain. Yang mulai terbentuk di
awal masa kecil seseorang/bayi, seperti transaksi pertama yang kita lakukan
dengan ibu kita. 4 posisi hidup yang sering dipilih seseorang sebagai berikut :
(A. Harris, 1987 dalam Taufik, 2009)
a. I’m oke – you’re oke (SOKO)
Posisi
ini ialah posisi yang dipilih oleh seseorang apabila ia merasa beres dan orang
lain juga beres. Hubungannya yang terjadi bersifat “evolusioner” yaitu berubah
secara lambat. Ini diwarnai oleh tidak ada hal-hal yang mengganggu, negatif
dll. Misalnya; orang yang merasa bahwa
ia bebas dan boleh melakukan sesuai dengan norma yang berlaku, serta orang lain
menurut perasaannya juga boleh dan bebas berbuat seperti dia dan baginya tidak
menjadi masalah dalam arti tidak risau, tidak ngomel/tidak menyayangkan.
b. I’m oke – you’re not oke (SOKTO)
Posisi
ini dipilih oleh seseorang apabila ia merasa posisinya beres dan posisi orang
lain tidak beres. Hubungan ini cenderung untuk merubah pihak kedua dan bersifat
“revolusioner” yaitu perubahan secara cepat. Dalam hal ini orang tersebut
merasa bahwa apa yang dilakukan orang lain selalu “not okey”. Misalnya; orang yang selalu bersiteru dengan orang lain.
c. I’m not oke – you’re oke (STOKO)
Orang
yang berada dalam posisi ini ialah orang yang merasa dirinya tidak beres dan
orang lainlah yang beres. Sifat hubungannya ini “devolusioner” yaitu berubah
secara lambat. Biasanya orang yang memilih posisi ini mempunyai sifat rendah
diri, merasa takut, terancam, terhina dsb.
d. I’m not oke – you’re not oke (STOKTO)
Orang
yang berada pada posisi ini merasa dirinya tidak beres dan orang lain pun
dirasakan tidak beres. Hubungannya tidak jelas yaitu siapa yang mengubah siapa
yang bersifat “obvolusioner”. Contohnya; orang yang putus asa, frustasi dsb.
2. Injuction
: perintah orang tua yang harus dilaksanakan ; hal ini menghasilkan STO.
3. Permision
: kebebasan bertindak bagi anak ; hal ini menghasilkan SO.
4. Life script (liscript)
: rencana hidup untuk mewujudkan life
position yan telah dipilih.
5. Counterscript (conscript)
: kondisi yang berlawanan dengan life
script; hal ini merupakan selingan singkat dari life script yang berkepanjangan.
3. Transaksi
: komunikasi antar individu (Gerald Corey, 1984)
a. Complementary
: sejajar (transjar)
Individu yang
berkomunikasi dengan menggunakan ego state tertentu sehingganya respon yang
ditampilkan oleh orang lain sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya;
Ani :
“mari kita belajar”
Rony :
“baiklah”
b. Crossed :
silang (transil)
Penampilan ego
state seseorang sehingganya respon yang diberikan tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Misalnya;
Ibu :
“sana bersihkan kamarmu”
Imel :
“ibu tidak berhak memerintah saya, bukan ibu tuan besar di rumah ini”
c. Ulterior :
terselubung (transbung)
Penampilan
ego state seseorang yang dalam komunikasi yang memiliki tujuan terselubung dari
maksud pembicaraannya.
Misalnya;
Budi berkata pada temannya Rahmad yang tambah kurus saja: “bajumu kok makin
besar saja”
D.
Perkembangan
Kepribadian Konsistran
1. Individu
berpotensi positif, apabila diberi suasana yang baik dan menguntungkan, ia akan
menjadi orang yang mampu menghadapi kenyataan.
2. Individu
berkembang sejak lahir dan dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, psikis, dan
sosial-ekonomi.
3. Lipos paling
awal : SOKO. Untuk ini perlu strokes positif
tanpa syarat.
4. Hanya
1 ES yang aktif pada saat tertentu
dalam berkomunikasi.
5. Kepribadian
yang sehat (merupakan hasil dari asuhan yang baik dari orang tua), menurut
Hansen,dkk (1977) bercirikan :
a. Dimilikinya
sikap hidup SOKO / “evolusioner”.
b. Life script
(naskah hidup) yang bebas dan terbuka terhadap games dan strokes
c. Dapat
mempergunakan ketiga ES dengan baik dan lentur/luwes sesuai dengan situasi dan
kondisi dimana berada / fleksibel.
6. Kepribadian
yang abnormal (merupakan hasil asuhan yang kurang baik / sehat dari orang tua),
Hansen dkk (1977) merumuskan empat cirinya, sebagai berikut :
a. Kecenderungan
untuk memilih posisi hidup devolusioner, revolusioner, obvolusioner atau pada
dirinya ada “not Ok” / memilih STOKO.
Misalnya; memilih untuk tidak berbuat yang sebetulnya perlu, memilih tidak
bertanya, berhias dll.
b. Kecenderungan
untuk menggunakan ego state yang
tunggal atau hanya satu saja tampil untuk situasi yang berbeda atau tidak mampu
mempergunakan ketiga ES dengan baik . Misalnya; pada situasi dan kondisi yang
berbeda ego state yang tampil
cenderung satu saja apakah ego state
adult, parent, atau selalu child.
c. Ego state
yang ditampilkannya sering terlalu “cair” sehingga tidak ada batas antara ego state yang satu dengan yang lainnya
/ ego statenya bolong. Ini semua
berkembang menjadi “untility parenting”
(orang tua yang selalu “tidak”). Orang semacam ini sering mengacaukan penampilan
ego statenya pada situasi dan kondisi
yang relatif sama.
d. Ego statenya
tercemar. Misalnya; ego state adult
dicemari oleh ego state child dan ego state parent. Bentuk nyatanya berwujud
prasangka yaitu menganggap sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan. Bentuk
lainnya yaitu delusi yakni melihat sesuatu tidak sebagaimana mestinya /berpandangan
salah tanpa mau mendengarkan mana yang benar . Kontaminasi bentuk ini dapat
merusak persepsi dan akhirnya merusak penyesuaian diri.
Lipos (dan
liscript-nya) yang dipilih cenderung
menjadi dasar bagi pembentukan tingkah laku individu yang bersangkutan.
E.
Tujuan
Konsistran
1. Mendekontaminasi
ES yang terganggu.
2. Membantu
menggunakan ketiga ES secara baik dan lentur.
3. Membantu
menggunakan ego state adult secara
optimal.
4. Mendorong
berkembangnya :
a. Life positon SOKO
b. Life script baru
dan produktif
F.
Teknik/prosedur
Konsistran
1. Konseling
analisis transaksional (konsistran) dilaksanakan melalui prosedur kelompok,
atas dasar kontrak antara klien dan konselor.
2. Proses
konseling melalui tahap-tahap :
a. Analisis
sruktur : membantu klien memahami struktur ego
state-nya sendiri. Atau dengan kata lain menjelaskan kepada klien
bahwasanya kita sebagai indvidu mengemban tiga ego state dan menjelaskan tentang ego state itu satu persatu, sehingganya individu itu sadar ego state yang mana yang lebih dominan
dalam dirinya.
b. Analisis
transaksional : membantu klien memahami transaksi yang hendaknya dikembangkan
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dengan kata lain, konselor menganalisis
pola transaksi dalam kelompok, sehingganya konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan
dan apakah ego state yang ditampilkan
tersebut sudah tepat atau belum.
c. Analisis
game : konselor menginterpretasikan game yang dilakukan klien dan
mengkonfirmasikannya / konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh
klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu
menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih
rendah.
d. Analisis
script (naskah hidup) : mendalami dan
menganalisis life script klien. Hal
ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkiti
posisi hidup yang tidak sehat.
3. Karakteristik
konselor :
a. Berpengalaman
dalam penyelenggaraan proses kelompok : menganalisis ego states, transaksi, game
dan life script.
b. Hangat,
empatik.
4. Teknik
:
a. Permission
: memperbolehkan klien melakukan apa yang tidak diperbolehkan oleh orang
tuanya. Dengan cara ini konselor akan dapat melihat ego state mana yang dominan
pada klien, posisi hidup mana yang dipilihnya, bagaimana naskah hidupnya dan
pola pemainan mana yang diplihnya dalam memperoleh sentuhan.
b. Protection
: melindungi klien dari ketakutannya sebagai akibat melaksanakan hal-hal yang
dilarang orang tuanya. Dalam kegiatan konseling diciptakan rasa aman sehingga
klien merasa dirinya aman meskipun dia melakukan apa saja.
c. Potency
: mendorong klien menjauhkan diri dari injuction
yang diberikan orang tuanya. Disini konselor dituntut untuk mampu memberikan
sesuatu dan mampu berbuat sesuatu demi
kepentingan, kemajuan, dan kesejahteraan klien.
d. Operation
:
1. Interrogation
: mengkonfrontasikan kesenjangan-kesenjangan yang ada pada diri klien sehingga
berkembang respon-respon adult dalam klien.
2. Specification
: mengkhususkan hal-hal yang dibicarakan sehingga ketiga ego state terpahami oleh klien.
3. Confrontation
: menunjukkan kesenjangan/ketidaktuntasan pada diri klien.
4. Explanation :
transaksi adult-adult antara klien
dan konselor untuk menjelaskan mengapa klien berbuat seperti apa yang
dilakukannya (konselor “mengajar” klien).
5. Illustration :
membicarakan contoh, dengan humor dan pengajaran (untuk memperlihatkan bahwa ego state adult dan child dapat dipergunakan secara tepat).
6. Confirmation
: mendorong klien untuk bekerja lebih keras.
7. Interpretation
: membantu klien menyadari latar belakang dari tingkah lakunya (prosedur
psikoanalisis)
8. Crystalization
: menjelaskan pada klien bahwa klien telah siap untuk menjalani games untuk memperoleh strokes yang diperlukan.
G. Kekuatan
Konsistran
Beberapa kekuatan konseling analisis
transaksional menurut Muhammad Surya (2003:46) yaitu :
1) Terminology
yang sederhana dapat dipelajari dengan mudah diterapkan dengan segera pada
perilaku yang kompleks
2) Klien diharapkan
dan didorong untuk mencoba dalam hubungan di luar ruang konseling untuk
mengubah tingkah laku yang salah
3) Perilaku
klien disini dan sekarang, merupakan cara untuk membawa perbaikan klien. Penekanan
pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial.